Namanya mungkin cukup asing bagi Anda yang tidak tinggal di kota Bogor. Doclang memang tidak sepopuler makanan khas Bogor lain seperti taoge goreng atau asinan, misalnya. Tetapi penggemar doclang sendiri tidak sedikit, lo. Mari kita cari ada di mana sajakah makanan khas Bogor yang nikmat ini.
DOCLANG ADALAH makanan khas tradisional Bogor yang masih bertahan sejak zaman baheula hingga scat ini. Karena di Bogor penggemarnya masih sangat banyak. Sebetulnya isinya sederhana saja, terdiri atas irisan lontong ukuran besar yang dibungkus daun patat, kentang, tahu, kerupuk, dan telur rebus. Kemudian disiram bumbu kacang yang dicampur aneka macam rempah dan sedikit pedas. Ditambah kecap secukupnya, dan sambal bagi yang suka pedas. Makanan jajanan ini, pas untuk sarapan pagi dan juga dinikmati di malam hari. Rasanya gurih dan sedikit manis.
Di Kota Bogor, pangkalan pedagang doclang yang cukup dikenal adalah di daerah pusatjajanan pedagang kaki lima Jembatan Merah Jalan Veteran. Di daerah ini, sepanjang emperan toko dari ujung Jalan Mantarena sampai samping kios makanan Pasar De Vries sebelah Plaza Jembatan Merah, pedagang doclang mangkal bersama pedagang makanan lainnya. Paling tidak ada lima orang pedagang doclang dari petang hingga dini hari, mangkal di lokasi tersebut.
Mak lcoh (60) adalah salah satu pedagang doclang di sana. la berjualan di pagi hari mulai pukul 07.00. Pangkalan gerobak dagangan Mak Icoh mangkal di Jalan Mantarena samping Toko Terang. Mak Icoh yang melanjutkan usaha almarhum suaminya, Jumahi (meninggal 12 tahun yang lalu), melayani pelanggannya didampingi anak perempuannya, Irma, dan menantunya. Pelanggan setia Mak Icoh tak bosan untuk menyantap Doclang, ditambah lagi konsumen baru yang ingin tahu nikmatnya Doclang Mak Icoh. Mereka ada yang makan doclang di tempat dan ada pula yang dibungkus untuk disantap di rumah.
Tiap pagi Mak Icoh jualan hingga pukul 10.00-11.00-an. Harga seporsi docolang Rp 6 ribu dengan telur. Tanpa telur menjadi Rp 5 ribu. Menurut Mak Icoh yang bertempat tinggal di daerah Panaragan Kidul Bogor Tengah Kota Bogor ini, pelanggannya bukan saja orang Bogor, tetapi juga orang luar Kota Bogor. Penyanyi asal Bogor seperti Betharia Sonata, adalah salah seorang penggemar doclang Mak lcoh dari saat sekolah di SMA sampai telah berkeluarga.
Saat ini Mak lcoh, mengaku hanya membuat kupat atau lontong sebanyak 10 bungkus. Tiap bungkus kupat yang dibungkus daun patat ini, diiris menjadi sekitar 5 piring.
Seorang pedagang doclang lain yang mangkal di pagi hari di depan toko kaset musik di Jalan Veteran adalah Rachmat. Dia bergantian dengan adiknya, Rosmana yang jualan di malam hari sekitar pukul 21.00 hingga pagi pukul 07.00. Rachmat yang juga pedagang rokok di tempat ini, merangkap jualan doclang yang dibuat oleh kakaknya Aos.
Rachmat berjualan doclang dari pukul 07.00-pukul 21.00. Baik Rachmat m a upun Rosmana, memperoleh upah dari jatah doclang yang disediakan oleh Aos "Setiap dagang saya mendapat upah Rp 30 ribu dari kakak saya demikian pula adik saya" kata Rachmat yang setiap hari diberi jatah 30 lontong itu.
Adapun harga jual Doclang per piring Rp 4 ribu tanpa telur, tambah telur Rp 5 ribu per piring.
Di Kota Bogor, pangkalan pedagang doclang yang cukup dikenal adalah di daerah pusatjajanan pedagang kaki lima Jembatan Merah Jalan Veteran. Di daerah ini, sepanjang emperan toko dari ujung Jalan Mantarena sampai samping kios makanan Pasar De Vries sebelah Plaza Jembatan Merah, pedagang doclang mangkal bersama pedagang makanan lainnya. Paling tidak ada lima orang pedagang doclang dari petang hingga dini hari, mangkal di lokasi tersebut.
Mak lcoh (60) adalah salah satu pedagang doclang di sana. la berjualan di pagi hari mulai pukul 07.00. Pangkalan gerobak dagangan Mak Icoh mangkal di Jalan Mantarena samping Toko Terang. Mak Icoh yang melanjutkan usaha almarhum suaminya, Jumahi (meninggal 12 tahun yang lalu), melayani pelanggannya didampingi anak perempuannya, Irma, dan menantunya. Pelanggan setia Mak Icoh tak bosan untuk menyantap Doclang, ditambah lagi konsumen baru yang ingin tahu nikmatnya Doclang Mak Icoh. Mereka ada yang makan doclang di tempat dan ada pula yang dibungkus untuk disantap di rumah.
Tiap pagi Mak Icoh jualan hingga pukul 10.00-11.00-an. Harga seporsi docolang Rp 6 ribu dengan telur. Tanpa telur menjadi Rp 5 ribu. Menurut Mak Icoh yang bertempat tinggal di daerah Panaragan Kidul Bogor Tengah Kota Bogor ini, pelanggannya bukan saja orang Bogor, tetapi juga orang luar Kota Bogor. Penyanyi asal Bogor seperti Betharia Sonata, adalah salah seorang penggemar doclang Mak lcoh dari saat sekolah di SMA sampai telah berkeluarga.
Saat ini Mak lcoh, mengaku hanya membuat kupat atau lontong sebanyak 10 bungkus. Tiap bungkus kupat yang dibungkus daun patat ini, diiris menjadi sekitar 5 piring.
Seorang pedagang doclang lain yang mangkal di pagi hari di depan toko kaset musik di Jalan Veteran adalah Rachmat. Dia bergantian dengan adiknya, Rosmana yang jualan di malam hari sekitar pukul 21.00 hingga pagi pukul 07.00. Rachmat yang juga pedagang rokok di tempat ini, merangkap jualan doclang yang dibuat oleh kakaknya Aos.
Rachmat berjualan doclang dari pukul 07.00-pukul 21.00. Baik Rachmat m a upun Rosmana, memperoleh upah dari jatah doclang yang disediakan oleh Aos "Setiap dagang saya mendapat upah Rp 30 ribu dari kakak saya demikian pula adik saya" kata Rachmat yang setiap hari diberi jatah 30 lontong itu.
Adapun harga jual Doclang per piring Rp 4 ribu tanpa telur, tambah telur Rp 5 ribu per piring.
Lima Pedagang
Di emperan toko di Jalan Veteran ini , salah seorang dari 5 pedagang doclang yang terlama dan terbanyak jumlah dagangannya adalah Mimir Suminta (52) warga Kampung Leuweung Kolot Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor.
Mimir mengaku melanjutkan usaha jualan bapaknya, Miat, sejak tahun 1970 an. Konon sang ayah sudah berjualan doclang sejak tahun 1950 an di emper toko di Jalan Veteran. "Jadi saya boleh dibilang penjual doclang generasi kedua," kata Mimir.
Dia berangan-angan mengembangkan usaha doclang ke daerah Bogor Barat dari Darmaga sampai Jasinga. Setidaknya hal itu sudah dimulai, tiga anak dari delapan anaknya sudah jualan doclang di Darmaga, Cibungbulang dan Leuwiliang, tinggal meneruskan lagi ke arah Barat menuju Jasinga.
Mantan pedagang sayur di Pasar Kramat Jati Jakarta Timur ini, tiap hari dibantu Hermawanto, anaknya yang kedua sekaligus magang sebelum dilepas. Mulai jualan doclang sekitar pukul 16.00 hingga tengah malam. Setiap hari Mimir mengaku bisa menghabiskan sekitar 20 an lontong yang menjadi 150-an porsi. Kalau malam hari libur seperti Sabtu malam Minggu, jatah lontongnya ditambah 10 bungkus sehingga menjadi 30 bungkus lontong setara dengart 200-an piring doclang. Adapun harga jual doclangnya, Rp 4 ribu perpiring tanpa telur dan Rp 5 ribu per piring tambah telur -Pelanggan Mimir, di antaranya adalah warga Kota Bogor yang pulang kerja naik KRL dari Jakarta. Sekitar pukul 19.00 berdatangan, ada yang makan di tempat ada pula yang dibawa pulang ke rumah.
Jalan Aria Surialaga
Sementara itu, penjual Doclang lainnya yang cukup beken di Kota Bogor adalah Pak Odik (65). Lokasi jualannya di Jalan Aria Surialaga (dulu Jalan Pasir Kuda) tak jauh dari Pondok Pesantren Al-lhya.
Tiap hari dia berjualan didampingi isterinya, Rohana, dan kedua anak lakilakinya masing-masing Ismail dan Royadi. Sejak tahun 1995 Odik menempati lokasi jualannya yang mengontrak lahan warga setempat di Jalan Aria Surialaga. Lokasinya cukup strategis, mudah dijangkau. Sebelumnya Odik dagang berkeliling sekitar 10 tahunan di seputar Desa Gunung Batu.
Semula lapak Odik hanya cukup untuk perabot dagangan dan satu bangku panjang. Dari lahan yang sempit itu, kini tempatnya menjadi lebih luas. Dia kembangkan setahap demi setahap, akhirnya mampu membangun bangunan warung untuk berteduh pelanggannya menikmati doclong. "Kalau penuh, mampu menampung 30-an orang yang duduk di bangku panjang," kata Odik seraya menambahkan warungnya juga dilengkapi dengan toilet tanpa dipungut bayaran, sebagai salah satu pelayanan untuk pelanggannya.
Dari sejumlah pedagang doclang di Bogor, Odik-lah yang membuat lontong ukuran besar. Beras 1 liter menjadi lontong 2 bungkus. Untuk satu bungkus lontong menjadi 12 porsi. "Sebuah Resto di Bogor menjadi pelanggan, setiap butuh lontong dia menelepon untuk dibuatkan lontong 4 bungkus. Untuk setiap lontong ukuran besar itu, saya hargai Rp 15 ribu," kata Odik
Sehari-hari Odik menghabiskan 15 lontong. Namun bila hari libur bisa mencapai 2 kali lipat. Untuk telur hari-hari biasa dibutuhkan sekitar 200-an butir. Hari libur bisa mencapai 500-an butir telur. Demikian pula ratusan tahu digoreng dan sejumlah kentang di rebus."Kalau hari Minggu, ibu-ibu pulang ngaji di Pesantren Al Ihya, pada makan doclang di sini dan juga minta dibungkuskan untuk oleh-oleh keluarganya di rumah," kata Ibu Rohana seraya menyebutkan volume penjualan doclang diukur dari banyaknya lontong yang habis terjual.
Odik enggan menyebutkan berapa besar pendapatannya sehari-hari dari penjualan doclang. Namun yang pasti, Odik menyebutkan biaya operasional saja belum termasuk belanja tiap hari mencapai Rp 300 ribu. Jumlah ini, untuk biaya transpor pergi-pulang dari Leuweung Kolot-ke Pasir Kuda dan uang jajan kedua anaknya masing-masing Rp 15.000.
Dari usaha doclang, Odik mengatakan mampu menghidupi isteri dan 8 anaknya. Sekarang Odik telah dikaruniai 12 cucu. Dan sejak tahun ini, dia mampu mengangsur mobil angkot untuk angkutan dagangannya tiap pagi dan selebihnya narik penumpang, sekitar Rp 2 juta lebih tiap bulan.
"Dua menantu dan satu anak saya telah menjadi pedagang doclang," kata Odik yang telah mantap menjadi pedagang doclang sampai tua.
Odik merasa enggan melayani pemilik restoran untuk usaha bersama dengan keuntungan dibagi dua. "Kalau dagang bermitra, untungnya dibagi dua. Mending dagang sendirian, untungnya untuk kits sendiri meski sedikit," kata Odik
Selain Odik dan Mimir, Mak Icoh juga separuh hidupnya menjadi pedagang doclang. Mak Icoh kini, dikarunia 7 anak, 15 cucu dan 2 buyut. Suaminya dulu menjadi pedagang doclang sejak tahun 1980 an. Sejak dulu hingga sekarang, Mak Icoh hidup dari doclang. Yang bakal menjadi penerusnya kemungkinan besar adalah Irma yang kini sehari-hari mendampinginya.
Dari keterangan Odik dan Mimir, diperoleh keterangan pedagang doclang di Kabupaten/Kota Bogor boleh dibilang kebanyakan asal Leuweung Kolot Cibungbulang. "Tiap hari lebih dari 30 pedagang doclang pulang pergi dari kampung ke kota Bogor jualan doclang. Mereka sebagian besar jual pikulan," kata Odik dan Mimir.
Hanya Mak Icoh ( asal Pasir Mucang Bogor) dan almarhum suaminya ( asal Cibadak Sukabumi) yang bukan orang asal Leuweung Kolot. Dan juga Rachmat dan adiknya yang asal Cianjur.
Odik dan Mimir mengklaim, desa tempat tinggalnya yakni Letiweung Kolot adalah desa doclang karena sejak dulu hingga sekarang bertahan menjadi pusat pedagang doclang. Makanan jajanan tradisional ini, mampu menghidupi sebagian warga desa Leuweung Kolot dan tetap bertahan hingga sekarang serta penggemarnya masih bertahan baik di desa maupun di kota.
Di emperan toko di Jalan Veteran ini , salah seorang dari 5 pedagang doclang yang terlama dan terbanyak jumlah dagangannya adalah Mimir Suminta (52) warga Kampung Leuweung Kolot Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor.
Mimir mengaku melanjutkan usaha jualan bapaknya, Miat, sejak tahun 1970 an. Konon sang ayah sudah berjualan doclang sejak tahun 1950 an di emper toko di Jalan Veteran. "Jadi saya boleh dibilang penjual doclang generasi kedua," kata Mimir.
Dia berangan-angan mengembangkan usaha doclang ke daerah Bogor Barat dari Darmaga sampai Jasinga. Setidaknya hal itu sudah dimulai, tiga anak dari delapan anaknya sudah jualan doclang di Darmaga, Cibungbulang dan Leuwiliang, tinggal meneruskan lagi ke arah Barat menuju Jasinga.
Mantan pedagang sayur di Pasar Kramat Jati Jakarta Timur ini, tiap hari dibantu Hermawanto, anaknya yang kedua sekaligus magang sebelum dilepas. Mulai jualan doclang sekitar pukul 16.00 hingga tengah malam. Setiap hari Mimir mengaku bisa menghabiskan sekitar 20 an lontong yang menjadi 150-an porsi. Kalau malam hari libur seperti Sabtu malam Minggu, jatah lontongnya ditambah 10 bungkus sehingga menjadi 30 bungkus lontong setara dengart 200-an piring doclang. Adapun harga jual doclangnya, Rp 4 ribu perpiring tanpa telur dan Rp 5 ribu per piring tambah telur -Pelanggan Mimir, di antaranya adalah warga Kota Bogor yang pulang kerja naik KRL dari Jakarta. Sekitar pukul 19.00 berdatangan, ada yang makan di tempat ada pula yang dibawa pulang ke rumah.
Jalan Aria Surialaga
Sementara itu, penjual Doclang lainnya yang cukup beken di Kota Bogor adalah Pak Odik (65). Lokasi jualannya di Jalan Aria Surialaga (dulu Jalan Pasir Kuda) tak jauh dari Pondok Pesantren Al-lhya.
Tiap hari dia berjualan didampingi isterinya, Rohana, dan kedua anak lakilakinya masing-masing Ismail dan Royadi. Sejak tahun 1995 Odik menempati lokasi jualannya yang mengontrak lahan warga setempat di Jalan Aria Surialaga. Lokasinya cukup strategis, mudah dijangkau. Sebelumnya Odik dagang berkeliling sekitar 10 tahunan di seputar Desa Gunung Batu.
Semula lapak Odik hanya cukup untuk perabot dagangan dan satu bangku panjang. Dari lahan yang sempit itu, kini tempatnya menjadi lebih luas. Dia kembangkan setahap demi setahap, akhirnya mampu membangun bangunan warung untuk berteduh pelanggannya menikmati doclong. "Kalau penuh, mampu menampung 30-an orang yang duduk di bangku panjang," kata Odik seraya menambahkan warungnya juga dilengkapi dengan toilet tanpa dipungut bayaran, sebagai salah satu pelayanan untuk pelanggannya.
Dari sejumlah pedagang doclang di Bogor, Odik-lah yang membuat lontong ukuran besar. Beras 1 liter menjadi lontong 2 bungkus. Untuk satu bungkus lontong menjadi 12 porsi. "Sebuah Resto di Bogor menjadi pelanggan, setiap butuh lontong dia menelepon untuk dibuatkan lontong 4 bungkus. Untuk setiap lontong ukuran besar itu, saya hargai Rp 15 ribu," kata Odik
Sehari-hari Odik menghabiskan 15 lontong. Namun bila hari libur bisa mencapai 2 kali lipat. Untuk telur hari-hari biasa dibutuhkan sekitar 200-an butir. Hari libur bisa mencapai 500-an butir telur. Demikian pula ratusan tahu digoreng dan sejumlah kentang di rebus."Kalau hari Minggu, ibu-ibu pulang ngaji di Pesantren Al Ihya, pada makan doclang di sini dan juga minta dibungkuskan untuk oleh-oleh keluarganya di rumah," kata Ibu Rohana seraya menyebutkan volume penjualan doclang diukur dari banyaknya lontong yang habis terjual.
Odik enggan menyebutkan berapa besar pendapatannya sehari-hari dari penjualan doclang. Namun yang pasti, Odik menyebutkan biaya operasional saja belum termasuk belanja tiap hari mencapai Rp 300 ribu. Jumlah ini, untuk biaya transpor pergi-pulang dari Leuweung Kolot-ke Pasir Kuda dan uang jajan kedua anaknya masing-masing Rp 15.000.
Dari usaha doclang, Odik mengatakan mampu menghidupi isteri dan 8 anaknya. Sekarang Odik telah dikaruniai 12 cucu. Dan sejak tahun ini, dia mampu mengangsur mobil angkot untuk angkutan dagangannya tiap pagi dan selebihnya narik penumpang, sekitar Rp 2 juta lebih tiap bulan.
"Dua menantu dan satu anak saya telah menjadi pedagang doclang," kata Odik yang telah mantap menjadi pedagang doclang sampai tua.
Odik merasa enggan melayani pemilik restoran untuk usaha bersama dengan keuntungan dibagi dua. "Kalau dagang bermitra, untungnya dibagi dua. Mending dagang sendirian, untungnya untuk kits sendiri meski sedikit," kata Odik
Selain Odik dan Mimir, Mak Icoh juga separuh hidupnya menjadi pedagang doclang. Mak Icoh kini, dikarunia 7 anak, 15 cucu dan 2 buyut. Suaminya dulu menjadi pedagang doclang sejak tahun 1980 an. Sejak dulu hingga sekarang, Mak Icoh hidup dari doclang. Yang bakal menjadi penerusnya kemungkinan besar adalah Irma yang kini sehari-hari mendampinginya.
Dari keterangan Odik dan Mimir, diperoleh keterangan pedagang doclang di Kabupaten/Kota Bogor boleh dibilang kebanyakan asal Leuweung Kolot Cibungbulang. "Tiap hari lebih dari 30 pedagang doclang pulang pergi dari kampung ke kota Bogor jualan doclang. Mereka sebagian besar jual pikulan," kata Odik dan Mimir.
Hanya Mak Icoh ( asal Pasir Mucang Bogor) dan almarhum suaminya ( asal Cibadak Sukabumi) yang bukan orang asal Leuweung Kolot. Dan juga Rachmat dan adiknya yang asal Cianjur.
Odik dan Mimir mengklaim, desa tempat tinggalnya yakni Letiweung Kolot adalah desa doclang karena sejak dulu hingga sekarang bertahan menjadi pusat pedagang doclang. Makanan jajanan tradisional ini, mampu menghidupi sebagian warga desa Leuweung Kolot dan tetap bertahan hingga sekarang serta penggemarnya masih bertahan baik di desa maupun di kota.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar