Dynamic Blinkie Text Generator at TextSpace.net

Kamis, 05 Januari 2012

Wisata kuliner puncak

Perjalanan pertama adalah ke Rumah Makan Mirasa, rumah makan ini berada di kiri jalan menuju Puncak. Kami memilih duduk lesehan agar bisa menyelonjorkan kaki yang pegal. Menurut pelayannya, Ikan Gurami Bakar adalah makanan paling spesial di sini. Selain itu, Nasi Timbel, Pepes Bandeng, Mendoan, Sambal Oncom Leunca, dan Sambal Oncom Genjer juga tak boleh dilewatkan.
    Setelah menunggu 15 menit, pesanan datang. Aroma yang harum dan penampilan makanan sangat menggoda saya untuk segera mencicipi. Tanpa menunggu lama, saya langsung mencuil daging ikan bakar dan mencocolnya ke dalam sambal berwarna merah yang merupakan penyerta ikan bakar ini. Daging ikannya kenyal dan dan tidak amis. Bumbunya pun meresap sampai ke bagian dalam.
    Ternyata, ada triknya, yaitu ikannya dibakar di atas bara api dari batok kelapa sambil dioles mentega. Setelah 3/4 matang, ketika ikan mulai mengeluarkan cairan, barulah bumbu dioleskan ke permukaan ikan.
    Hasilnya, bumbu mudah meresap ke dalam daging dan jadilah ikan bakar yang harum, gurih, dan agak manis. Selain itu, saya juga tak henti mencomot pepes bandeng dan Sambal Oncom Leunca. Keduanya sama-sama enak dan pas rasanya!
    Sasaran selanjutnya Kedai Sunda Cipayung. Bangunan berwarna hijau tua dengan dinding anyaman bambu dan beratap daun kelapa kering ini cukup terbuka, sehingga dari jalan raya saya leluasa melihat orang yang sedang makan di dalamnya. Wah, karena saat itu sudah menjelang makan siang, rumah makan ini terlihat penuh. Saya sempat khawatir tidak mendapat tempat duduk.Tapi untunglah, seorang pria berseragam menghampiri dan dengan mencarikan tempat duduk.
    Mata saya langsung tertuju pada sederet makanan di atas meja panjang. Buat saya yang `gila' sambal, melihat tujuh macam sambal: sambal terasi, sambal oncom, sambal mangga muda, sambal kemangi, sambal bajak, sambal tomat, dan sambal gandaria, otomatis membuat lapar mata. Selain sambal, tampak juga pepes dengan tujuh variasi, yaitu pepes tahu, pepes teri, pepes ikan mas, pepes oncom, pepes jamur, pepes ayam, dan pepes peda.
    Di meja tetangga, terlihat pesanan berupa ayam bakar dan ikan gurami goreng berbumbu sambal yang menggiurkan. Saya pun bertanya kepada pria yang tadi mencarikan tempat duduk. Katanya, kedua makanan tersebut adalah sajian favorit kedai ini. Pria tersebut ternyata adalah Herryanto, pemilik kedai ini. Mungkin, karena keramahannya itu, kedai ini seolah tak surut pelanggan.
   Tak sabar untuk segera mencicipi, saya cuil daging ayam bakarnya. Terasa gurih dengan harum khas makanan bakaran dan manis yang agak berbeda dari biasanya. Rahasianya terletak pada bumbu yang terbuat dari sari tebu berbentuk seperti pasta wijen yang dicampurkan bersama bawang putih, kemiri, ketumbar, dan kecap. Bumbu tersebut kemudian dibalurkan pada permukaan ayam sebelum dipanggang. Enak sekali! Lain lagi dengan Gurami Cobeknya yang diguyur sambal merah pekat. Ikannya garing, dan pada sambalnya, terasa benar rasa kemiri dan terasinya.

    Jika ingin makan makanan yang ringan tapi mengenyangkan, mampir saja ke Saung Pang Lawung milik H. Hihin yang menyajikan Bubur Ayam Cianjur. Sepintas, buburnya sama seperti bubur ayam pada umumnya, ada bubur nasi, daun bawang, daun seledri, hati-ampela ayam, dan kuah berkaldu gurih. Yang membedakannya adalah perkedel goreng dan kerupuk khas Cianjur. Kerupuk berwarna kombinasi merah muda dan putih agak kekuningan ini wajib ditaburkan. Jika tidak, bukan Bubur Ayam Cianjur namanya. Bila suka, kuning telur ayam dapat dicampurkan ke dalam bubur mendidih sehingga terasa lebih gurih.
    Saya juga memesan Soto Santan Daging. Seperti namanya, soto ini berkuah santan sehingga rasanya gurih, tapi tidak enek, malah terasa ringan dan segar. Apalagi setelah ditambahkan air jeruk nipis dan acar mentimun. Segar, mirip soto betawi! Pas sekali dimakan di udara pegunungan yang dingin.
    Rumah makan Sunda lain yang juga saya singgahi adalah Rumah Makan Dulang. Seorang teman yang tahu saya akan menjelajahi Puncak, wan ti-wanti untuk mampir ke rumah makan ini dan memesan Gurami Terbang, Kangkung Terasi Hotplate, dan Sambal Dadakan. Ternyata, saran teman saya oke juga. Cita rasa makanannya fresh karena memang menggunakan sayuran segar. Sensasi bersantap lain saya rasakan saat mampir di Rumah Makan Mirasari. Rumah makan yang juga membuka cabang di Jakarta ini terkenal akan sajian Nasi Goreng Kencur-nya. Nasi gorengnya tidak berwarna cokelat seperti nasi goreng umumnya, melainkan putih. Penyajiannya disertai beberapa iris kencur yang digigit akan terasa sedikit pedas seperti permen mentol. Selain mengenyangkan (tentu saja), tubuh pun jadi terasa hangat.
   
    Mendekati warung satai, tujuan kami selanjutnya, saya sengaja membuka jendela dan mematikan AC mobil untuk merasakan sejuknya udara pegunungan. Dari jauh sudah terlihat asap mengepul disertai samar-samar harem aroma satai yang sedang dibakar. Di papan yang terdapat di muka rumah makan tertulis Warung Sate H. Kadir. Nah, ini adalah salah saw warung satai yang saya incar, sebab saya penasaran pada Satai Buntut Kambing-nya yang jarang ada di warung satai lain.
    Satai ini dibuat dari buntut kambing yang dipotong-potong, kemudian ditusuk pada tusuk satai, lantas dibakar. Rasanya manis dan gurih, walau belum dibalut bumbu kacang atau bumbu kecap. Saking enaknya, setelah dagingnya habis saya lahap, sisa tulang buntutnya pun saya sesap. Pantaslah kalau setiap harinya, warung satai yang berdiri sejak tahun 1997 ini ramai dikunjungi pelanggan. Warung Sate PSK (Penggemar Satai Kiloan) yang kondang di kawasan Cibubur, ternyata juga saya temukan di sini. Agar tak terlalu kenyang, saya hanya memesan 1/2 kg daging kambing yang bisa menjadi 12 tusuk satai. Dagingnya terasa empuk, karena menggunakan daging kambing muda. Selain itu, saya juga memesan seporsi Sup Iga yang berkuah bening. Kuahnya ringan dan tidak terlalu berlemak. Rasanya makin nikmat saat disantap bersama sambal, acar, dan air jeruk nipis.

    Warung satai lain yang tak kalah populer adalah Warung Sate Shinta, yang sudah membuka empat cabang di sepanjang jalur Puncak.Yang paling favorit memang satai kambing. Serat berupa lemak pada daging kambing yang sering membuat satai jadi alot, sengaja disisihkan sehingga setiap potong daging jadi benar-benar empuk. Jika tak suka daging kambing, Anda dapat memilih satai ayam atau satai daging sapi. Bila ingin satai yang lebih awet panasnya, pengunjung dapat meminta pelayan mengganti piring dengan hotplate. Bumbunya pun sengaja dipisah, sehingga setiap tusuk satai hams dicelupkan ke dalam bumbu sebelum disantap.
    Satu lagi rumah makan yang terkenal akan sajian satainya adalah Rumah Makan Bumi Aki. Saya memesan satai kambing dan satai ayam. Karena telanjur kenyang dengan satai kambing, saya pun memilih satai ayam untuk dicicipi terlebih dahulu. Daging dada ayam dengan potongan cukup besar ini terasa empuk. Bumbu kacangnya yang masih agak kasar tersalut sempurna pada setiap tusuk satai. Rasanya gurih dan manis.
    Jika ingin hidangan lain, Anda bisa memesan hidangan ala Sunda, seperti gado-gado, karedok, dan tongseng. Di tempat ini, saya dapat beristirahat sejenak dan salat di musala yang tersedia di lingkungan rumah makan ini.

   
 
 
 
 
 
 
 
Soto Kudus Kliwon, begitu nama yang terpampang pada papan reklame di muka restoran. Makanan jagoannya, sudah pasti soto kudus. Saat disajikan, tercium aroma bawang putih goreng yang cukup tajam dari uap panas sow kudus. Apalagi, sebagai penggemar bawang putih, saya cukup peka dengan aromanya yang khas. Kuah soto dalam mangkuk berukuran kecil ini bening dan berwarna kekuningan, mirip soto ayam. Rasa kuahnya gurih. Suwiran daging ayam kampungnya empuk. mudah hancur dalam mulut. Taburan daun kucai dan taoge pendek mentah membuat penampilan sotonya makin menggiurkan. Saya tambahkan sedikit kecap, perasan air jeruk nipis, dan sambal. Hmm... kuah sotonya jadi terasa lebih nikmat!
    Tahu Pong Semarang-nya juga membuat saya jatuh hati. Perpaduan tahu pong yang garing, telur ayam rebus, gimbal udang yang kering dan gurih terasa makin sempurna dengan kuah petisnya yang kental. Apalagi disantap bersama acar lobak yang asam segar. Enak tenon!
    Dari sekian banyak rumah makan yang saya datangi, hanya Restoran Puri Handayani, rumah makan ala Jawa Timuran, yang menyajikan hidangan Kol Nenek yang lezat. Kol nenek adalah sejenis keong laut yang ukuran cangkangnya sebesar saw ruas jari. Aroma taoco dan jahenya terasa kuat. Cara menyantap kol nenek, yang juga dikenal dengan nama konde nenek, ini sangat unik. Keong harus disedot agar dagingnya yang tipis dan lembut keluar dari cangkang. Awalnya, saya agak sungkan melakukannya. Tetapi, karena penasaran, saya tetap mencobanya. Rasanya gurih dan manis. Akhirnya, di antara kami bertiga, sayalah yang paling banyak menghabiskan makanan ini.
    Gurami Mangga Muda juga menjadi andalan di resto ini. Mendengar namanya, sudah terbayang kelezatannya. Rasa asam segar dari daging buah mangga muda, pasti membuat selera makan makin meningkat. Selain itu, saya juga memesan Rujak Cingur yang `banjir' burnbu petis. Cingurnya tidak alot, rasa petisnya cukup kuat, rasa gurih dari kacangnya pun sangat terasa. Karena udara yang makin dingin, saya memesan segelas Bandrek Kelapa Muda. Cita rasanya yang pedas khas jahe, langsung menghangatkan tubuh saya.
    Kalau Anda penggemar mi jawa, Bakmi Jawa Gunung Kidul yang menyediakan Mi Godog, pantang dilewatkan. Mi kuning, kol, telur kocok, claim bawang, daun seledri, dan suwiran ayam berpadu klop dengan kuah berbunibu bawang putih, merica, dan kemirinya. Bila ingin lebih spesial, dapat ditambahkan hati ayam atau ampela ayam. Kerinduan suasana kampung di Jawa pun makin terobati dengan menyantap hidangan ini.
   
   
   Di kawasan Puncak, terdapat beberapa rumah makan hidangan Cina yang sudah terkenal sejak lama. Salah satunya, Rumah Makan Kalimantan. Saat menyebut nama resto ini, sehari sebelum perjalanan, seorang teman langsung menceritakan pengalaman masa kecilnya saat makan bersama keluarga di rumah makan ini. Menurutnya, Nasi Tim di resto ini paling top dibandingkan dengan restoran lainnya. Selain itu, Bistik Daging dan Mi Ayam-nya pun punya banyak penggemar.
    Berbekal rekomendasi tersebut, saya pun memesan makanan itu. Nasi Tim-nya kelihatan tak ada beda dari nasi tim lain. Hanya, nasi tim-nya bukan berisi suwiran daging ayam, melainkan ayam potongan yang masih bertulang.Walau begitu, dagingnya empuk dan mudah dilepas dari tulang. Cita rasa dan aroma harum kecap inggrisnya pun cukup nendang. Menyantap nasi tim sambil sesekali menyeruput kuah kaldu ayam bening dan mencomot acar mentimun, dapat memuaskan rasa penasaran saya terhadap Nasi Tim favorit teman saya ini.
    Usai menyantap Nasi Tim, Bistik Daging mendapat giliran selanjutnya. Daging sapi cincang bersalut tepung yang digoreng garing disajikan dengan saus mentega yang kental berwarna kecokelatan.Walau penampilannya berkesan kuno, rasanya lezat! Saya juga segera mencicipi Mi Ayam. Rasa mi keriting ini memang beda, kenyal, dan gurih. Mi yang digunakan adalah home made warung makan ini sehingga terjamin kesegarannya.
   
   Bagi penyuka hidangan dari kodok, Anda dapat singgah ke Rumah Makan Jangkar. Saya hanya mencicipi kuah dan secuil daging kodok karena kurang doyan hidangan yang hidup di dua alam ini. Bumbu mentega, kecap manis, dan asin berbaur menjadi satu sehingga daging kodok ini terasa lezat. Dagingnya empuk dan lembut mirip daging ayam. Kali ini giliran Dennie yang menyantap habis Kodok Masak Mentega hingga licin tandas.
    Di kawasan Puncak ini, saya juga menemukan satu makanan yang belum pernah saya coba sebelumnya, yaitu Kerang Merica Hitam. Umumnya, daging sapi yang biasa menjadi kawan bersanding merica atau lada hitam. Tapi, di Gading Resto, justru kerang hijau. Kerang hijau digoreng terlebih dahulu sebelum ditumis bersama merica hitam. Rasanya pedas, agak manis, dan gurih.
    Daging kerangnya tidak hat seperti daging kerang rebus, melainkan terasa garing karena digoreng renyah. Selain Kerang Merica Hijau, saya juga mencicipi Dim Sum berupa Hakau Udang. Saat digigit, kekenyalan udang dan rasa manisnya sangat terasa, menandakan udang yang digunakan masih fresh.

    Pernah dengar nama Bakso Setan? Dari namanya, memang agak membuat bulu kuduk berdiri. Namun, Bakso Setan ini bukan bakso buatan makhluk halus, melainkan bakso dengan ukuran yang tak biasa. Bayangkan, ada yang seukuran bola golf, bola tenis, bahkan bola sepak. Wah! Setiap butiran baksonya berisi campuran daging cincang, lemak, dan urat yang telah dibumbui hingga mirip kornet. Baksonya empuk dan kuah kaldunya terasa gurih.Taburan bawang goreng dan daun seledri membuat aromanya makin harum.
   
   Selain bakso, cakue pun dapat menjadi pilihan untuk mengganjal rasa lapar. Di Raffles Resto, Cakue Jumbo adalah sajian yang jadi andalan. Satu porsinya berisi empat cakue berukuran besar. Di sini, bumbu cocol untuk cakuenya berupa bumbu kacang yang telah digiling halus dan agak encer, bukan kuah encer berwarna merah kekuningan seperti cakue medan.
    Yang tak bisa dilupakan adalah kulit cakue yang renyah dengan bagian dalam yang lembut. Pas juga untuk dijadikan oleh-oleh. Saya cukup leluasa memilih makanan di tempat ini karena ada banyak pilihan. Selain hidangan Cina, ada juga menu Sunda, pasta, steak, dan seafood.
    Untuk membeli oleh-oleh atau sekadar camilan selama perjalanan, saya sempatkan untuk membeli kue sus di Toko Kue Makmur yang berlokasi tepat di bawah jembatan Pasar Cipanas.Yang menarik, isi kue susnya berupa vla yang sangat terasa susu dan rumnya. Kulit susnya juga empuk dan lembut.
    Beranjak dari Toko Kue Makmur, saya mencium aroma pandan yang cukup kuat.Ternyata benar, tak jauh dari jembatan Pasar Cipanas, saya melihat seorang bapak tua yang menjajakan kue putu sambil dipikul. Bentuknya seperti kerucut dan ukurannya cukup besar dibanding kue putu kebanyakan. Itu sebabnya, si penjual, Ujang, memberi nama Putu HKS alias `Hasil Kreasi Sendiri'. Sepertinya, Baru kali ini saya mencicipi kue putu yang benar-benar mantap rasanya. Warna adonan berasnya putih bersih, lembut, ha-rum, dengan porsi gula yang sangat pas. Pantas jika harganya lebih mahal dibanding putu lainnya.
   
   selain sus dan putu, kue lain yang menjadi primadona Puncak sejak lama adalah poffertjes. Satu tempat makan potfertjes yang paling banyak dikunjungi ada di Puncak Pass Resort. Saya memesan satu porsi yang berisi empat buah poffertjes. Hanya empat buah? Eit, jangan terburu-buru memesan dua porsi karena ukurannya tidak seperti poffertjes lain. Di sini, diameter penganan khan negeri Belanda ini cukup besar, yaitu sekitar 6 cm. Taburan gula bubuk di atasnya menjadi pemanis penganan ini. Sesuap poffertjes mengingatkan saya pada rasa dan aroma dadar gulung semasa kecil yang sangat terasa campuran tepung dan telurnya. Menyantapnya selagi hangat sambil menikmati pemandangan lembah, membuat saya sesaat terlena....
  
   tempat yang juga ingin segera saya kunjungi pada perjalanan ini, tak lain adalah Melrimba Kitchen. Namanya memang seunik tempatnya. Tempat ini cocok sekali jadi pilihan untuk berlibur bersama keluarga karena tidak hanya ada restoran, tapi juga kebun bunga dan kolam pemancingan. Di sini, saya memesan Pisang Goreng Kipas bersalut tepung garing. Walau bahan dasarnya hanya pisang, penganan ini menjadi istimewa dan tampak berkelas karena penyajiannya yang stylish. Saus krim karamel, butter, dan gula palem bersanding bersama pisang goreng.
    tidak ketinggalan, saya juga memesan Pancake yang penampilannya sangat menggiurkan. Apalagi dessert ini disajikan bersama es krim vanili kesukaan saya. Setiap suapnya, benar-benar saya nikmati. Aroma susunya yang harum dan gurih sangat terasa di lidah. Rasa dingin dan harum vanili pun menyeruak dalam rongga mulut. Hmm... nikmat sekali!
    sambil melaju menuju Jakarta, saya dan kedua teman masih ingin mampir di Cimory Resto. Cimory atau Cisarua Mountain Dairy ini memang selalu ramai dikunjungi rombongan keluarga. Tak jarang terlihat anak-anak berkeliaran di halaman belakangnya yang penuh dengan aneka jenis permainan. Kekhasan Cimory Resto terletak pada susu segarnya.
    saya yang termasuk penggemar berat susu, membawa pulang hingga 6 botol susu berukuran masing-masing 1 liter, untuk dinikmati bersama keluarga. Favorit saya adalah susu aroma kopi. Rasa susunya yang fresh berpadu dengan rasa dan aroma kopi yang pekat, memang layak untuk diacungi jempol.
    selain susu, saya cicipi juga yoghurtnya yang tersedia dalam beragam pilihan rasa.Ada stroberi, anggur, dan apel. Selain susu segar, Cimory Resto juga menyediakan sosis bratwurst yang populer di Jerman. Semuanya cocok sebagai buah tangan, karena harganya lebih murah dibanding jika membelinya di pasar swalayan. 

Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar